Perencanaan Penggunaan Lahan di Hawaii

Chapter 1:

Setetes ilmu,

Siapa sih yang tidak pernah mendengar Hawaii? Rasa rasanya kata Hawaii selalu disebut sebut sebagai tujuan wisata paling bergengsi. Apalagi didukung dengan tarian hula.

Hawaii yang merupakan pulau kecil di tengah samudra pasifik ini nampaknya bisa dibilang kecil kecil kunyit. Ya, ternyata kecilnya itu membuat Hawaii justru terkenal, juga di support oleh posisinya yang sangat strategis sebagai gate dari dua benua Asia dan Amerika.

Tapi kawan, siapa sebenarnya orang orang dibalik matangnya sebuah perencanaan pulau kecil ini? dan bagaimana konsep dan metode mereka dalam mengembangkan Hawaii mungil itu menjadi asset mesin uang bagi U.S.

Tulisan ini sedikit mengutik tentang perencanaan lahan di Hawaii dan beberapa dinamika yang menyertainya.

Kontrol penggunaan lahan di Hawaii dibagi dalam dua level pemerintahan yaitu state dan county. Setiap level mengontrol kepemilihan lahan pribadi di dalam yurisdictionnya namun county tidak mengontrol kepemilikan lahan dari states, dengan kata lain tidak satupun dari county dan state itu yang berhak atas lahan federal secara yuridis.

 The state

State Hawaii mengontrol lahan dengan tiga Aturan, yaitu; the land use law (Undang Undang Penggunaan Lahan), the Hawaii Environmental Impact Statement Law (semacam ANDAL), dan Coastal Zone Management Act. Untuk yang aturan ke tiga ini saya belum tahu apakah sudah ada di Indonesia atau belum. Untuk aturan yang pertama, The Land Use Law, menyangkut empat hal; yaitu pertanian, konservasi, desa dan kota. Pengembangan lahan untuk usaha pribadi hanya diperbolehkan di daerah perkotaan, tidak di desa/rural. Karena persyaratan tersebut maka pernah terjadi satu kasus di mana state merencanakan untuk membuat “second city” di Campbell Estate Agricultural Land di Oahu. Proyek ini belum dapat di sahkan apabila komisi di tingkat Federal (Land Use Commission) belum mengubah klasifikasi daerah tersebut sebagi kota.

Secara garis bersar di Hawaii terdapat 47% lahan yang dikontrol penggunaannya oleh Land Use Commission, yang kemudian diperuntukkan sebagai Agricultural District. Terdapat 46% lahan yang diklasifikasikan sebagai lahan konservasi, yang penggunaannya di control oleh badan di bawah pemerintah pusat, yaitu Department of Land and Natural Resources (the land board). Tanah yang termasuk di dalamnya adalah taman nasional, tanah dengan kemiringan 20 derajat atau lebih, lahan dengan tutupan vegetasi di atasnya dan cadangan air, pesisir dan laut. Namun, pada kenyataanya hanya lahan dengan protective “P” subzone yang di jaga ketat dengan alasan konservasi. Baik Land Use Commission maupun The Land Board harus menyesuaikan aturan penggunaan lahannya sesuai dengan Hawaii State Plan (Act 100), tetapi Act 100 tersebut ternyata sangat general dan memiliki tujuan yang beragam sehingga menurut beberapa planner aturan hal tersebut membuat Land Use Commission dan The Land Board kurang senada.

The Hawaii Environmental Impact Statement Law membutuhkan assessment lingkungan dan dari document tersebut baru bisa dimasukan dalam usulan penggunaan lahan. Meskipun statement dari document tersebut hanya sebagai informasi, jika ternyata hasilnya mengecewakan maka tanggungjawab dari si pemilik sudah berakhir, tidak perduli apakah ada masalah lingkungan yang substansitve atau tidak.

Hal tersebut juga berlaku untuk daerah pesisir, dimana diperlukan persyaratan Coastal Assesment sebelum penggunaan lahan pesisir itu di ijinkan.

County Land Use Regulation

to be continued…

    

Tinggalkan komentar